ULMWP dan Harapan Dukungan MSG Dalam Forum Kepulauan Pasifik ke-52
PojokIndo.com – keanggotaan United Liberation Movement West Papua (ULMWP) dan dukungan Melanesian Spearhead Group (MSG) dalam Forum Kepulauan Pasifik atau Pacific Island Forum (PIF) karena mendapat dorongan dari pemimpin Melanesia dalam KTT ke-22 di Port Vila, Vanuatu pada 23-24 Agustus 2023 lalu.
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape yang menyebutkan bahwa setelah penandatanganan mengenai isu-isu yang diangkat sehubungan dengan Papua Barat, masalah ini akan ditangani di Forum Kepulauan Pasifik.
Polinesia Perancis diwakili di tingkat wakil presiden dan Tuvalu diwakili di tingkat menteri. Kepulauan Cook diwakili oleh utusan khusus dan Nauru diwakili oleh utusan presiden. Retret pemimpin forum diadakan di Sekretariat Forum Kepulauan Pasifik di Suva, Fiji.
Negara-negara Forum Kepulauan Pasifk sudah melakukan pertemuan ke PIF ke-51 di Suva pada 11-14 Juli 2022. Saat itu pertemuan Forum Kepulauan Pasifik di Fiji dihadiri oleh para kepala negara, kepala pemerintahan, dan wilayah Australia, Negara Federasi Mikronesia, Fiji, Kaledonia Baru, Selandia Baru, Niue, Republik Palau, Papua Nugini, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, dan Vanuatu.
Berdasarkan hasil keputusan di Suva, Fiji pada 2022 lalu, para pemimpin menyepakati Kepulauan Cook sebagai tuan rumah Forum Pemimpin dan Pertemuan Terkait Kepulauan Pasifik ke-52 pada tahun 2023. Selanjutnya berpindah kepada Kerajaan Tonga pada tahun 2024, dan Kepulauan Solomon pada tahun 2025.
Forum Kepulauan Pasifik adalah organisasi kebijakan politik dan ekonomi utama di kawasan ini. PIF atau Pacific Island Forum ini didirikan pada tahun 1971. Organisasi ini terdiri dari 18 anggota, yakni Australia, Kepulauan Cook, Negara Federasi Mikronesia, Fiji, Polinesia Prancis, Kiribati, Nauru, Kaledonia Baru, Selandia Baru, Niue, Palau, Papua Nugini, Republik Kepulauan Marshall, Samoa, Solomon Kepulauan, Tonga, Tuvalu, dan Vanuatu.
Visi Forum Kepulauan Pasifik adalah mewujudkan kawasan yang damai, harmonis, aman, inklusi sosial, dan sejahtera, sehingga seluruh masyarakat Pasifik dapat menjalani kehidupan yang bebas, sehat, dan produktif.
Posisi ULMWP di PIF
Hadirnya UMLWP di PIF jelas merupakan dorongan yang diberikan para pemimpin KTT MSG di Port Vila, Vanuatu yang telah membawa lembaga ini ke dalam Forum Kepulauan Pasifik. Hal ini bisa menjadi alasan utama bagi Presiden UMLWP Benny Wenda dan delegasinya pada pertemuan ke-52 Pacific Island Forum di Kepulauan Cook.
Sedangkan posisi ULMWP di Forum Kepulauan Pasifik bukan sebagai anggota, termasuk juga sebagai pengamat. Tetapi dengan dukungan para pemimpin MSG, kemungkinan peluang terbuka dalam keikutsertaan mereka dalam Forum Kepulauan Pasifik.
Nederlands Nieuw Guinea dan Komisi Pasifik Selatan, kembalinya ULMWP ke Forum Kepulauan Pasifik jelas mengingatkan bahwa wilayah jajahan Belanda di Nieuw Guinea atau Nederlands Nieuw Guinea pernah mengikuti beberapa kali pertemuan Komisi Pasifik Selatan yang berkantor pusat di Noumea, Kaledonia Baru, wilayah jajahan Perancis sampai sekarang.
Berdasarkan Perjanjian Canberra 1947 atau dalam bahasa Belanda, Canberra Verdag, pada 6 Februari 1947 dibentuklah Komisi Pasifik Selatan atau South Pacific Commision (SPC).
Saat itu negara-negara yang masih menguasai wilayah Pasifik antara lain Belanda di Papua Barat atau Nederlands Nieuw Guinea, Inggris di Papua Nugini atau Nugini Timur, Amerika Serikat, Australia, Perancis, dan Selandia Baru setelah Perang Dunia II tahun 1945 membentuk Komisi Pasifik Selatan atau South Pacific Commision.
“Hal ini sesuai dengan Pasal 1 dalam Perjanjian Canberra 1947,” demikian dikutip dari buku berjudul Samudera Pasifik dalam Strategi Pertahanan dan Keamanan, oleh Arnold Mampioper dalam halaman ke-38 tentang rencana pembentukan Komisi Pasifik Selatan.
Sejak dibentuk tahun 1947, Komisi Pasifik Selatan sudah melakukan beberapa kali konferensi, antara lain, pertama di Suva ibukota Fiji pada tahun 1950, waktu itu Fiji masih dijajah Inggris dan baru merdeka pada 10 Oktober 1970. Pertemuan kedua dilakukan pada Noumea ibukota Kaledonia Baru pada 1953. Sampai sekarang Kaledonia Baru masih dijajah Perancis.
Konferensi ketiga kembali dilakukan pada 1956 di Suva, Fiji. Konferensi keempat tahun 1959 di Rabaul, Britania Baru, Papua Nugini wilayah jajahan Australia. PNG baru merdeka pada 16 September 1975.
Konferensi kelima berlangsung di Pago-Pago wilayah jajahan Amerika Serikat yang dikenal dengan nama Samoa Timur atau sekarang disebut Samoa Amerika Serikat.
Rencana konferensi selanjutnya akan diselenggarakan pada 1965 di Hollandia, ibukota Nederlands Nieuw Guinea atau sekarang Papua Barat. Namun rencana ini gagal meskipun pemerintah Belanda sudah membangun gedung pertemuan Konferensi Pasifik Selatan Forum di Gedung DPRD Papua sekarang.
Dosen Fisip Jurusan Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta, Zulkifli Hadi, dalam bukunya berjudul Politik di Melanesia, juga menyebutkan bahwa sejak ratusan tahun penduduk Irian Jaya (Papua Barat) dan Papua Nugini telah menjalin komunikasi di antara mereka, baik dalam hal berdagang (barter ekonomi), perkawinan, maupun kegiatan upacara adat terutama wilayah perbatasan kedua wilayah adat.
“Kontak antara kedua wilayah ini semakin meluas antara 1947 sampai dengan 1962, dengan dibentuknya South Pacific Commision (SPC) pada 1947 oleh negara-negara kolonial waktu itu seperti Inggris, Belanda, Perancis, Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat,“ demikian tulisnya dalam buku Politik di Melanesia, edisi cetakan pertama 1996.
Lebih lanjut jelas dia, Irian Jaya atau wilayah Nederlands Nieuw Guinea dimasukan sebagai wilayah yang mendapat bantuan teknis dan ekonomi dari komisi yang dibentuk oleh negara kolonial itu.
Disamping itu, lanjut Zulkifli Hamid, dalam buku Politik di Melanesia, menambahkan selain itu wilayah Irian Jaya atau Nederlands Nieuw Guinea juga mengikuti pertemuan dari tiga tahun hingga menjadi tiap tahun.
“Tokoh tokoh masyarakat Papua juga ikut dalam pertemuan South Pasific Comission itu,” tulis dosen Hubungan Internasional FISIP UI itu.
“Dalam pertemuan SPC terdapat berbagai kegiatan, tukar menukar informasi, sampai dengan presentase kebudayaan,” jelas Hamid.
Dikutip dari buku berjudul Belanda di Irian Jaya, tertulis bahwa delegasi Nederlands Nieuw Guinea ke pertemuan Komisi Pasifik Selatan pada 1959 antara lain, Nikolas Kaisiepo, Th Meset, FKT Poana, Raja Rumbati, dan juru bahasa Cor Stefels.
Jadi total pertemuan antara Irian Jaya atau Nederlands Nieuw Guinea dengan negara-negara di Pasifik Selatan sudah berlangsung selama 15 tahun.
Namun sejak Irian Jaya menjadi bagian dari wilayah Indonesia, praktis hubungan terputus. Barulah pada era 1990 saat Black Brothers bermarkas di Vanuatu dan ULMWP hadir di forum MSG sehingga pemerintah Indonesia mulai hadir dan juga sebagai bagian dari MSG. Begitu pula dengan UMLWP sebagai pengamat yang mendapat tantangan dan penolakan dari delegasi Indonesia di MSG di Port Vila Vanuatu.