Balai Pelestarian Kebudayaan Papua konservasi Situs Megalitik Tutari
POJOKINDO.com – Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXII Papua melakukan konservasi Situs Megalitik Tutari agar terjaga untuk mencegahnya dari kemusnahan.
Ketua Tim Konservasi Situs Megalitik Tutari BPK Wilayah XXII Papua, Saberia, mengatakan konservasi ini untuk memelihara dan melindungi situs Tutari agar tidak hancur yang diakibatkan oleh faktor alam, mikro organisme, dan kimiawi.
“Untuk dapat melindungi tinggalan megalitik Tutari, seperti membersihkannya dan memelihara secara fisik ataupun dengan cara langsung dari pengaruh berbagai macam faktor yang ada, contohnya seperti faktor lingkungan atau perilaku manusia yang bisa merusak benda-benda itu,” ujar Siberia di Jayapura, Minggu (23/9/2023).
Situs Tutari merupakan situs megalitik yang terletak di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Situs ini berada di bukit dengan ketinggian antara 150 hingga 200 mdpl (meter di atas permukaan laut).
“Di Situs Megalitik Tutari dapat ditemui peninggalan-peninggalan yang berasal dari masa megalitik. Peninggalan-peninggalan yang ada di Situs Megalitik Tutari terdiri atas beberapa jenis,” ujarnya.
Dikatakannya, peninggalan yang ada di situs Tutari berupa batu berlukis, pahatan batu, jajaran batu, batu temugelang, dan menhir. Bagyo Prasetyo (1994) menyebutkan bahwa menhir-menhir yang ada di situs ini merupakan lambang dari Suku Tutari yang meninggal dalam perang pada masa lalu.
Oleh karena itu, dilanjutkannya, tempat ini disakralkan oleh masyarakat sekitar. Dijelaskan pula bahwa terdapat beberapa batu yang mempunyai gambar dengan bentuk kura-kura, manusia, kadal, dan gambar-gambar geometris.
“Temuan lukisan di Situs Megalitik Tutari cukup banyak dan memiliki bentuk motif yang bervariasi. Motif-motif tersebut juga sebagai gambaran nilai-nilai kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan religi suku Tutari,” ujarnya.
“Motif-motif lukisan tersebut merupakan hasil implementasi pengetahuan kognitif masyarakat Tutari tentang lingkungan alam habitatnya, yang dituangkan pada media batu yang tersebar di Bukit Tutari,” jelasnya.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXII Papua, Desy Pallo Usmany, mengatakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya, dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
Sedangkan pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran atau kemusnahan, dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.
“Cagar budaya perlu dikonservasi supaya tetap ‘ada’, supaya pesan ‘nilai’ dan masa lalu dapat tersampaikan pada generasi sekarang dan generasi berikutnya walaupun tidak seutuhnya,” ujarnya.
Dikatakan Desy, konservasi yang dilakukan BPK Wilayah XXII Papua untuk mempertahankan keberadaan dan kualitas fisik cagar budaya yang diharapkan akan membawa konsekuensi terhadap pelestarian nilai-nilai historis, arkeologis, dan nilai penting lainnya yang terkandung dalam material cagar budaya.
“Saya berharap masyarakat melestarikan cagar budaya yang ada di Papua dengan cara merawat dan mempelajarinya agar tidak punah, sehingga tetap ‘ada’ untuk selanjutnya dapat diteruskan secara estafet kepada generasi berikutnya,” katanya. (PI)