Keamanan

Pasca Kerusuhan di Mulia, Aparat Tetap Siaga Antisipasi Gejolak

JAYAPURA, POJOKINDO.com – Kericuhan pasca tewasnya tiga orang di Mulia, Puncak Jaya setelah disergap aparat TNI kini berangsur kondusif. Aktifitas di Kota Mulia mulai berjalan normal meski sisa – sisa keributan masih terbiar di pinggir jalan.

Mobil-mobil yang dibakar masih terpajang di jalan. Aparat juga masih berjaga – jaga mengantisipasi jiwa sewaktu – waktu situasi kembali bergejolak. Kapendam XVII Cenderawasih, Letkol Inf Candra Kurniawan mengatakan situasi terkini di Kota Mulia Puncak Jaya berangsur pulih.

“Warga sudah mulai membuka kios setelah kemarin banyak yang ketakutan tapi hari ini (kemarin) situasi relatif kondusif,” kata Candra melalui ponselnya.

Upaya mediasi dikatakan masih menunggu waktu yang tepat sehingga bisa dibahas soal apa dan bagaimana setelah kejadian tersebut.

Sementara saat terjadi kericuhan ini dilaporkan ada warga yang terkena sabetan parang dan meninggal. Pria tersebut bernama Abdulah Jailani asal Probolinggo.

Selain itu ada juga Sarifudin yang terkena lemparan batu, Surati dan Arif. Surati mengalami luka sabetan di bagian wajah dan terkena panah di bagian payudara. Sedangkan  Arif terkena panah di bagian punggung.

Sementara terkait kejadian ini warga di Mulia menyatakan protes dan menyebut bahwa tiga orang yang tertembak bukanlah simpatisan OPM maupun KKB. Ketiganya dikenal sebagai masyarakat biasa. Bahkan salah satunya yang bernama Pemerintah merupakan anak dari satu pejuang Pepera di Nabire.

“Indonesia masuk disini itu karena perjuangan bapaknya. Bapaknya mau menamakan anaknya bernama Indonesia tapi karena lupa akhirnya dinamakan Pemerintah dan kami sedih dengan kejadian ini. Ayahnya seorang pejuang tahun 1962 dan tidak mungkin masyarakat marah kalau itu OPM, tapi karena kemarin itu warga sipil makanya masyarakat marah,”  kata Otis Murib di hadapan ratusan massa.

Otis sendiri merupakan anak dari Kepala Suku almarhum Aneb Murib. Ia mengungkapkan Statemen Pangdam atau TNI yang menyebut jika pelaku adalah OPM merupakan penyampaian yang salah.

Anggota di lapangan salah dalam mengambil tindakan, mengingat ketiganya bukan OPM melainkan masyarakat biasa. “Bapak (Pangdam XVII Cenderawasih) punya anggota salah memberikan keterangan dan salah bertindak. Tolong ini diklarifikasi dan tim pencari fakta juga harus turun,” cecarnya.

 Karena kejadian penembakan itulah kata Otis akhirnya warga Orang Asli Papua (OAP) dan non OAP ini ikut konflik. Iapun meminta dampak dari konflik ini ditanggung oleh aparat, baik korban OAP maupun non OAP. Dan jika ingin mengejar OPM atau KKB pihaknya mempersilahkan. “Silahkan kejar (OPM/KKB) itu di luar kami, tapi jangan ganggu kami,” pintanya.

“Sekarang kejadian kemarin (ricuh) itu selesai dan kami damai. Korban Dani dan korban pendatang itu harus dibayar. Kami juga punya darah merah dan kami juga Indonesia, jadi harus bayar. Jadi penyampaian TNI bahwa yang mereka tembak adalah OPM dan karena membela diri. Saya sampaikan bahwa yang ditembak adalah warga sipil,” tegas Otis.

Sementara Kamis sore dilakukan pertemuan antara muspida dan forkompimda halaman Mapolres Puncak Jaya. Disini  disampaikan soal kesepakatan sama – sama menjaga Puncak Jaya dan menyelesaikan masalah keamanan dengan bijak dan arif.  Kalaupun ada konsekwensi lain maka semua akan dilakukan secara musyawarah dan terbuka.(ka)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?