Koalisi Penegakan Hukum dan HAM Jadi Kuasa Hukum Terkait Sengketa Tanah Bakal Kantor Pemprov Papua Pegunungan
PojokIndo.com – Warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Walesi, Wouma, dan Assolokobal memberikan hak kuasa kepada Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM Papua untuk mengambil langkah hukum terkait sengketa tanah lokasi pembangunan perkantoran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan.
Hal itu dinyatakan warga Walesi Bonny Lanny dan warga Wouma Mecky Wetipo dalam keterangan pers di Kantor Aliansi Demokrasi untuk Papua, Kota Jayapura, Sabtu (2/9/2023). Ia menyatakan Aliansi Masyarakat Adat Walesi, Wouma, dan Assolokobal menolak tanah ulayat masyarakat adat itu dijadikan lokasi pembangunan perkantoran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan yang peletakan batu pertamanya akan dilakukan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada 7 September 2023.
Lanny mengatakan sejak Juli 2022 pihaknya telah pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk menyampaikan luasan hak ulayat masing-masing marga masyarakat adat yang berada di tanah yang telah dikapling sebagai lokasi pembangunan perkantoran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan. Ia menyatakan pihaknya juga telah berulang kali berunjuk rasa untuk memprotes rencana pembangunan perkantoran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan.
“Masalah itu sudah kami lalui satu tahun. Berbagai aksi telah kami lakukan, aksi demonstrasi di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jayawijaya, audiensi dengan Asisten [Pemerintah Provinsi] Papua Pegunungan, Keuskupan Jayapura. [Kami juga melakukan] pemalangan di perbatasan wilayah Walesi dan Wouma, aksi [kampanye di] media sosial, media cetak, bahkan [mengadu] ke Komnas HAM di dan Komisi II DPR RI,” katanya.
Lanny mengeluh karena upaya mereka menolak rencana pembangunan perkantoran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan kerap berhadapan dengan aparat keamanan TNI/Polri.
“Ketika kami menolak pembangunan jalan menuju pusat perkantoran dan pembongkaran lahan, pemerintah melibatkan aparat [keamanan]. Ketika kami [dianggap] ganggu aparat keamanan, kami takut dengan [pendekatan] tangan besi [mereka]. Sehingga kami [ingin] tempuh jalur hukum agar kami mendapatkan perlindungan hukum,” katanya.
Lanny mengatakan berbagai upaya pihaknya untuk menolak rencana pembangunan perkantoran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan tidak pernah ditanggapi Penjabat Gubernur Papua Pegunungan dan pemerintah pusat.
“Karena [aspirasi kami] belum direspon baik, kami [memberikan] kuasa kepada Koalisi [untuk] membantu masyarakat yang dirugikan. [Kami ingin] tanah adat sebagai basis pertanian masyarakat setempat tidak diganggu gugat oleh siapapun, kecuali ada negosiasi dengan semua sub suku yang ada di wilayah Walesi, Wouma, dan Assolokobal. [Pemerintah harus] mendengarkan aspirasi masyarakat,” katanya.